Pipit Garnish
Hari ini (14 September) adalah Hari Kunjung Perpustakaan. Dunia mencatat peradaban maupun budaya bisa maju pesat, sebagai dampak positif buku bermutu. Buku memberikan inspirasi serta perubahan pikiran, pandangan, perilaku, dan budaya pembacanya.

Terkait dengan Hari Kunjung Perpustakaan yang jatuh pada hari ini dan rencana Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) menggelar kongres nasional pada Rabu (13 September), salah satu anggota DPR mengimbau perhimpunan tersebut agar lebih berkonsentrasi pada bagaimana menciptakan buku murah dan bermutu dalam rangka membantu pemerintah dan masyarakat meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Imbauan wakil rakyat tersebut konstruktif, terutama bila dikaitkan dengan tiga faktor yang dibutuhkan. Pertama, buku murah dapat meningkatkan minat baca masyarakat, lebih-lebih daya beli masyarakat yang umumnya merosot akibat krisis ekonomi. Kedua, buku bermutu dapat meningkatkan mutu pendidikan masyarakat, sementara pendidikan nasional sedang merosot kualitasnya. Ketiga, buku murah tetapi berkualitas sangat membantu dalam memacu pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) kita yang masih lemah.

Dalam buku Books that Change the World, Robert B.Downs mengupas 16 buku karya pengarang besar. Intinya, perbukuan dunia telah memberikan dorongan dan pengaruh besar bagi terjadinya perubahan. Sejarah memang telah membuktikan betapa besarnya pengaruh buku dalam mengubah dunia.
Peradaban dunia maupun budaya nasional bisa maju pesat, sebagai dampak positif dari buku bermutu. Bahkan dengan dorongan dan motivasi yang melekat di dalamnya, buku mampu mengubah kehidupan umat manusia menjadi lebih baik dan berbudaya.

Bung Karno, Bung Hatta, Adam Malik, Agus Salim dan founding fathers lainnya adalah penikmat buku. Mereka bahkan menulis buku serta memberikan kontribusi besar bagi perubahan dunia. Pasca-kemerdekaan, banyak pula para pencinta buku yang sukses besar dalam bidangnya (sosial, ekonomi, politik, dll) karena mereka mau belajar secara otodidak.

Bukan hal yang aneh, jika banyak di antaranya yang tidak memiliki titel akademis, tetapi sempat meraih gelar doktor kehormatan (honoris causa). Sebut misalnya Hamka dan Sudjatmiko, mereka merupakan sosok tokoh intelektual berkaliber dunia. Hasjim Ning adalah contoh usahawan sukses yang belajar secara otodidak.